Bakal Ada Tim Khusus ‘Pelototi’ Penerapan Bbm Campur Minyak Sawit 40%

Jakarta –
Pemerintah mulai menerjunkan tim memantau implementasi penerapan BBM dengan adonan minyak sawit 40% atau B40 yg mulai berlaku sejak 1 Januari 2025.
Tim tersebut berisikan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), serta EBTKE.
“Minggu depan kita turunkan pengawas untuk nanti memantau implementasi di lapangan,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Perlindungan Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) Eniya Listiani Dewi di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Tim tersebut akan memantau terkait dengan volume, kandungan air, warna dan densitas B40. Hal ini ditangani biar penerapan B40 sesuai dengan yg diinginkan.
Baca juga: Pabrik Metanol Rp 19 Triliun Dibangun di Bojonegoro, Digarap Pengusaha RI |
Adapun pengawasan tersebut bukan ialah hasil temuan adanya ketidaksesuaian melainkan cuma adanya kegalauan terkait dengan implementasi yg tak sesuai.
“Yang kami khawatirkan saja. Karena B40 itu tidak ada insentif. Makara kalian lebih persiapan ya. Memperkirakan, wah ini alasannya nggak ada insentif, jangan-jangan hanya diletakin doang. Makara kita antisipasi,” terang Eniya.
Sebelumnya, Eniya pernah menerangkan kegiatan mandatori BBN ini sanggup mengurangi impor BBM, sehingga mengurangi devisa.
“Penghematan devisa buat B40 sebesar Rp 147,5 triliun, sedangkan untuk B35 sanggup mengurangi Rp122,98 triliun. Dengan demikian terjadi pengurangan devisa sekitar Rp 25 triliun dengan tidak mengimpor BBM macam minyak solar,” kata Eniya dalam keterangannya, dikutip Kamis (16/1/2025).
Pada tahun 2025, pemerintah pastikan alokasi B40 sebanyak 15,6 juta kiloliter (kl) biodiesel dengan rincian, 7,55 juta kl didedikasikan buat Public Service Obligation atau PSO. Ad interim 8,07 juta kl dialokasikan untuk non-PSO.
“Kita menyaksikan harga insentif itu kan dijumlah dari selisih harga solar dan selisih harga biodieselnya sendiri. Makara ada harganya biodiesel yang tinggi ini diberikan insentif. Nah dari sini jikalau bagi yg non-PSO kan dibebankan terhadap pelanggan ketika ini jikalau yg non-PSO (harganya) itu sudah sekitar Rp 13 ribuan nanti bertambah sekitar antara Rp 1.500-2.000,” terang Eniya dalam kegiatan Energy Corner CNBC Indonesia.
Eniya menerangkan pemerintah memutuskan kebijakan tersebut tak menghipnotis inflasi, walaupun dibebankan terhadap konsumen. Pihaknya telah sedang studi sebelum mempublikasikan mandatori tersebut. Hasilnya, para luar biasa memperkirakan kontribusinya cuma sekitar 0,2% ke inflasi.
“Ini kami sebelum kita sedang mandatori kemarin studinya telah simpulan dan dalam kajian kita menyaksikan bahwa tidak menghipnotis inflasi. Jadi, pengaruhnya cuma sekitar 0,2%. Makara aku rasa ini menurut aneka jenis luar biasa tak menghipnotis inflasi,” imbuh Eniya.
b40biodieselpemerintahpengawasanenergi terbarukankementerian esdmbbm